Kesehatan Mental
Pengertian mengenai kesehatan beragam ungkapnya. Berikut ini adalah beberapa pengertian tersebut:
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa ( neurose )
2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana dia hidup dan berinteraksi.
3. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain serta dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.
4. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan diri.
Ini adalah pengertian menurut : Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, 1994, CV HAJI SAMAAGUNG ; Jakarta.
Jadi dalam hal ini Kesehatan mental dapat dirangkum. Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial.
Pengertian mengenai kesehatan beragam ungkapnya Pengertian sehat atau kesehatan menurut dokter mungkin sedikit banyak akan berbeda dengan perawat, fisioterapi, apoteker atau tenaga peramedis lainnya. Meskipun mereka bersama-sama mengabdi pada bidang kesehatan. Adapun pengertian tentang kesehatan :
• Dalam indeks buku The International Dictionary Of Medicine and Biology (Freund.1991) mendefinisikan kesehatan sebagai suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagiannya yang dirincikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit.
• WHO mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental ( rohani ) dan social, bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.(Smeet. 1994).
• Pembahasan mengenai konsep kesehatan lebih difokuskan pada model-model kesehatan yang muncul. Model-model kesehatan itu antara lain model barat dan model timur.
Menurut Eisenberg (Helman, 1990) yang dimaksud dengan model adalah cara merekontruksi realita, memberikan makna kepada fenomena-fenomena alam yang pada dasarnya bersifat chaos. Model kesehatan barat dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu model biomedis atau sering disebut sebagai model medis ( Joesoet, 1990; Freund, 1991; Helman, 1990; Tamm, 1993), model spikiatris (Helman, 1990) dan model psikosomatis (Tamm, 1993) sedangkan model kesehatan timur umumnya disebut model kesehatan holistic (Joesoet, 1990) yang menekankan pada keseimbangan (Helman,1990).
Model biomedis (Freud, 1991) memiliki 5 asumsi.
1.Terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu.
2.Bahwa penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, entah secara biokimia atau neurofisiologi.
3.Keyakinan bahwa setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang secara potensial dapat didefinisikan.
4.Melihat tubuh sebagai suatu mesin.
5.Konsep bahwa obyek yang perlu diatur dan dikontrol.
Asumsi ini merupakan kelanjutan dari asumsi bahwa tubuh adalah suatu mesin yang perlu mendapatkan pemeliharaan.
Model psikosometik menyatakan penyakit berkembang melalui saling terkait secara berkesinambungan antara factor fisik dan mental yang saling memperkait satu sama lain melalui jaringan yang kompleks.
Holisme dalam arti yang sempit melihat organisme manusiawi sebagao suatu system kehidupan yang semua kompenennya saling terkait dan saling tergantung. Sementara menurut arti luas pandangan holistis menyadari bahwa system tersebut merupakan suatu bagian integral dari system-sistem yang luas dimana organisme individu berinterksi terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya yaitu tetap terpengaruh oleh lingkungan.
Seseorang dikatakan sehat tidak cukup dilihat hanya dari segi fisik, psikologis dan sosial saja, tapi juga harus dilihat dari segi spiritual dan agama.
Inilah yang kemudian disebut Dadang Hawari sebagai dimensi sehat itu, yaitu : Bio-psiko-sosial-spiritual. Jadi seseorang yang sehat mentalnya tidak hanya sebatas pengertian terhindarnya dia dari gangguan dan penyakit jiwa baik neurosis maupun psikosis, melainkan patut pula dilihat sejauh mana seseorang itu mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya, sanggup mengatasi problem hidup termasuk kegelisahan dan konflik batin yang ada, serta sanggup mengaktualisasikan potensi dirinya untuk mencapai kebahagiaan.
Istilah kesehatan mental sendiri memperoleh pengertian yang beragam seiring perkembangannya :
1. Sebagai kondisi atau keadaan sebagaimana gambaran diatas.
2. Sebagai ilmu pengetahuan cabang dari ilmu psikologi yang bertujuan mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin dan menghindarkannya dari gangguan dan penyakit kejiwaan.
Seseorang dapat berusaha memelihara kesehatan mentalnya dengan menegakkan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan, yaitu :
1. Mempunyai self image atau gambaran dan sikap terhadap diri sendiri yang positif.
2. Memiliki interaksi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam menghadapi problema hidup termasuk stress..
3. Mampu mengaktualisasikan secara optimal guna berproses mencapai kematangan.
4. Mampu bersoiallisasi dan menerima kehadiran orang lain
5. Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan
6. Memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya.
7. Mawas diri atau memiliki control terhadap segala kegiatan yang muncul
8. Memiliki perasaan benar dan sikap yang bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya.
Manusia sebagai mahkluk yang memiliki banyak keterbatasan kerap kali mengalami perasaan yang takut, cemas, sedih, bimbang dan sebagainya. Dalam psikologi gangguan atau penyakit jiwa akrab di isitilahkan dengan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi :
1. Neurosis
2. Psikosis.
Sementara dari H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi 6 macam, selain 2 yang sudah disebutkan diatas dia mengemukakan yang lainnya : Psikomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental.
Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih menyadari atas kondisi dirinya yang tengah terganggu. Sedangkan psikosis adalah penyakit jiwa yang parah , yang ditingkatkan ini penderita tidak lagi sadar akan dirinya.
Dengan demikian penyakit adalah suatu yang dimiliki organ, sedangkan penyakit illness adalah suatu yang dimiliki manusia yaitu respon subjektif pasien dan segala suatu yang meliputinya.
Menurut Cassell, Kleininan’s (Freund, 1991) mendefinisikan disease mengacu peda kondisi biofisik – masalah seperti yang dilihat dari perspektif praktisi biomedis. Sebaliknya illness mengacu pada bagaimana orang yang sakit dan anggota keluarganya atau jaringan social yang lebih luas merasakannya, dan bereaksi terhadap simtom-simtom dan ketidakmampuannya.
Kategori atau Penggolongan Kesehatan Mental
1.Gangguan Somatofarm
Gejalanya bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organic dan factor-faktor psikologis.
2.Gangguan Disosiatif
Perubahan sementara fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh masalah emosional.
3.Gangguan Psikoseksual
Termasuk masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan tujuan seksual.
4.Kondisi yang tidak dicantumkan sebagai gangguan jiwa.
Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan kejam pada anak.
5.Gangguan kepribadian
Pola prilaku maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
6.Gangguan yang terlihat sejak bayi, masa kanak-kanak atau remaja.
Meliputi keterbelakangan mental, hiperaktif, emosi pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
7.Gangguan jiwa organik
Terdapat gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
8.Gangguan penggunaan zat-zat
Penggunaan alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah prilaku.
9.Gangguan Skisofrenik
Serangkaian gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
10.Gangguan Paranoid
Gangguan yang ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai perasaan yang dikejar-kejar.
11.Gangguan Afektif
Gangguan suasana hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang berat, gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
12.Gangguan Kecemasan
Gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu tidak menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.
CONTOH-CONTOH PERILAKU MENYIMPANG
1.Kleptomania (mencuri terpaksa)
Dalam hal ini orang terpaksa mencuri barang orang lain. Sebenarnya ia merasa gelisah dengan perlakuan mencuri itu, akan tetapi ia tidak dapat menghindarkan dirinya dari tindakan itu, walaupun barang-barang tersebut tidak dibutuhkannya.
Yang banyak menderita gejala ini adalah anak-anak karena orangtuanya terlalu keras, disiplin atau kurang memperhatikan.
Contohnya: seorang anak yang memiliki cukup uang mencoba mencuri disebuah toko, anehnya barang-barang yang dicuri tersebut tidak digunakan akan tetapi dibagi-bagikan kepada temannya dan tidak jarang barang-barang tersebut disimpan sebagai koleksi.
2.Fetishism
Pada gejala ini orang terpaksa mengumpulkan dan menyimpan barang-barang kepunyaan orang lain dari seks yang berlainan. Misalnya seorang laki-laki yang suka menyimpan saputangan, sepatu atau rambut wanita yang baginya mempunyai arti atau nilai seksuil dalam perasaannya.
3.Compusife (yang berhubungan dengan seksuil)
Gejala ini ada 2 macam yaitu:
Ingin tahu tentang kelamin dari orang berlainan seks
Ingin memamerkan kelamin sendiri
Dalam hal yang pertama seseorang akan berusaha untuk melihat atau memperhatikan bentuk tubuh dan kelamin orang lain dengan berbagai cara atau juga memegang-megangnya. Dalam hal ini yang kedua oaring merasa terdorong untuk memamerkan tubuh dan kelaminnya tanpa merasa malu.
Pada umumnya gejala tersebut diakibatkan oleh pengalaman yang tidak menyenangkan waktu kecil atau mungkin pula sebagai ungkapan dari keinginan yang tertekan yang pelaksanaannya dan merasa takut kalau keinginannya itu terasa kembali.
sumber:
http://yudiantara.wordpress.com/2009/01/20/kesehatan-mental/
Minggu, 18 Maret 2012
Kesehatan Mental by: Anna Aulia
Diposting oleh Anna Lia Violet di 03.08 0 komentar
Masalah kesehatan mental emosional remaja
Masalah kesehatan mental emosional remaja
Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 – 19 tahun adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam tahun yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak terkecuali yang tinggal di daerah perdesaan seperti, tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang bebas, dan juga siaran media baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang datang dari dalam diri mereka sendiri maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan demikian, remaja harus mempunyai berbagai keterampilan dalam hidup mereka sehingga mereka dapat sukses melalui fase ini dengan optimal.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja. Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang risiko dan berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang mengundang risiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya; aktivitas sosial yang berganti – ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan motor, naik gunung dll. Alasan perilaku yang mengundang risiko ada bermacam – macam dan berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut dianggap hal yang dinilai rendah, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.
Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun ia juga belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh dengan gejolak perubahan baik perubahan biologik, psikologik, maupun perubahan sosial. Dalam keadaan ‘serba tanggung’ ini seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), maupun konflik lingkungan sekitarnya (konflik eksternal). Apabila konflik ini tidak diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut di masa mendatang, terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan mental.
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut, perlu dilakukan pengenalan awal (deteksi dini) perubahan yang terjadi dan karateristik remaja dengan mengidentifikasi beberapa faktor risiko dan faktor protektif sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan optimal dan ia mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisik maupun psikisnya.
Perkembangan psikososial pada remaja
Masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat dari aspek biologik, psikologik, dan juga sosialnya. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya berbagai disharmonisasi yang membutuhkan penyeimbangan sehingga remaja dapat mencapai taraf perkembangan psikososial yang matang dan adekuat sesuai dengan tingkat usianya. Kondisi ini sangat bervariasi antar remaja dan menunjukkan perbedaan yang bersifat individual, sehingga setiap remaja diharapkan mampu menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan lingkungannya.
Ada tiga faktor yang berperan dalam hal tersebut, yaitu;
1. Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain temperamen).
2. Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.
3. Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai.
Dengan demikian akan selalu ada faktor risiko dan faktor protektif yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian seorang remaja, yaitu;
1. Faktor risiko
Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang khas pada seorang remaja.1
Faktor risiko dapat berupa;
a. Faktor individui.
1. Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai latar belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, gangguan kepribadian, dan gangguan psikologik lainnya.
2. Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah diri, dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku yang dapat diterima, dan disertai dengan ketidakmampuan menangani rasa marah. Kondisi ini cenderung memicu timbulnya perilaku risiko tinggi bagi remaja.
b. Faktor psikososiali.
1. Keluarga
Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan y ypenyalahgunaan zat, gangguan mental pada orangtua, ketidakserasian temperamen antara orangtua dan remaja, serta pola asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung dominasi, semua kondisi di atas sering memicu timbulnya perilaku agresif dan temperamen yang sulit pada anak dan remaja.
2. Sekolah
Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya, serta berdampak terjadinya kegagalan akademik. Kondisi ini merupakan faktor risiko yang cukup serius bagi remaja. Bullying atau sering disebut sebagai peer victimization adalah bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologik maupun fisik terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah, oleh seseorang/sekelompok orang yang lebih kuat.
Bullying dapat bersifat (a) fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau menampar; (b) psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan diskriminasi; (c) verbal seperti, memaki, mengejek, dan memfitnah. Semua kondisi ini merupakan tekanan dan pengalaman traumatis bagi remaja dan seringkali mempresipitasikan terjadinya gangguan mental bagi remaja
Hazing adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang sudah ’senior’ yang berusaha mengintimidasi kelompok yang lebih ’junior’ untuk melakukan berbagai perbuatan yang memalukan, bahkan tidak jarang kelompok ’senior’ ini menyiksa dan melecehkan sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman baik secara fisik maupun psikik. Perbuatan ini seringkali dilakukan sebagai prasyarat untuk diterima dalam suatu kelompok tertentu. Ritual hazing ini sudah lama dilakukan sebagai tradisi dari tahun ke tahun sebagai proses inisiasi penerimaan seseorang dalam suatu kelompok dan biasanya hanya berlangsung singkat, namun tidak jarang terjadi perpanjangan sehingga menimbulkan tekanan bagi remaja yang mengalaminya.
Bullying dan hazing merupakan suatu tekanan yang cukup serius bagi remaja dan berdampak negatif bagi perkembangan remaja. Prevalensi kedua kondisi di atas diperkirakan sekitar 10 - 26%. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa siswa yang mengalami bullying menunjukkan perilaku yang tidak percaya diri, sulit bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga angka absebsi menjadi tinggi, dan kesulitan dalam berkonsetransi di kelas sehingga mengakibatkan penurunan prestasi belajar; tidak jarang mereka yang mengalami bullying maupun hazing yang terus menerus menjadi depresi dan melakukan tindak bunuh diri.
3. Situasi dan kehidupan Telah terbukti bahwa terdapat hubungan yang erat antara timbulnya gangguan mental dengan berbagai kondisi kehidupan dan sosial masyarakat tertentu seperti, kemiskinan, pengangguran, perceraian orangtua, dan adanya penyakit kronik pada remaja.
2. Faktor protektif
Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental di kemudian hari.
Rae G N dkk. mengemukakan berbagai faktor protektif, antara lain adalah:
1. Karakter/watak personal yang positif.
2. Lingkungan keluarga yang suportif.
3. Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk memperkuat upaya penyesuaian diri remaja.
4. Keterampilan sosial yang baike. Tingkat intelektual yang baik.
Menurut E. Erikson, dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada seorang remaja maka tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang diwarnai oleh;
1. Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran akan kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif.
2. Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya keberanian untuk bereksperimen dengan perannya tersebut yang tentunya disertai dengan kesadaran akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.
3. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya.
Masalah aktual kesehatan mental remaja saat ini
1. Perubahan psikoseksual
Produksi hormon testosteron dan hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan seks dan perilaku remaja. Selain timbulnya dorongan seksual yang merupakan manifestasi langsung dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga terjadi modifikasi dari dorongan seksual itu dan menjelma dalam bentuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga, musik, penyanyi, bintang film, pahlawan, dan lainnya.
Remaja sangat sensitif terhadap pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali membandingkan dirinya dengan remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara jasmani berbeda dengan teman sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri.
2. Pengaruh teman sebaya
Kelompok teman sebaya mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan seorang remaja. Interaksi sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai peranan yang besar dalam mendorong terbentuknya berbagai keterampilan sosial. Bagi remaja, rumah adalah landasan dasar sedangkan ‘dunianya’ adalah sekolah. Pada fase perkembangan remaja, anak tidak saja mengagumi orangtuanya, tetapi juga mengagumi figur-figur di luar lingkungan rumah, seperti teman sebaya, guru, orangtua temanya, olahragawan, dan lainnya.
Dengan demikian, bagi remaja hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain orangtua adalah teman-teman sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk bersikap independent dari keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain pihak, pengaruh dan interaksi teman sebaya juga dapat memicu timbulnya perilaku antisosial, seperti mencuri, melanggar hak orang lain, serta membolos, dan lainnya.
3. Perilaku berisiko tinggi
Remaja kerap berhubungan berbagai perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk dari identitas diri. 80% dari remaja berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos) dan 50% remaja tersebut juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku criminal yang bersifat minor. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 50% remaja pernah menggunakan marijuana, 65% remaja merokok, dan 82% pernah mencoba menggunakan alkohol.
Dengan melakukan perbuatan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih dapat diterima, menjadi pusat perhatian oleh kelompok sebayanya, dan mengatakan bahwa melakukan perilaku berisiko tinggi merupakan kondisi yang mendatangkan rasa kenikmatan (‘fun’). Walaupun demikian, sebagian remaja juga menyatakan bahwa melakukan perbuatan yang berisiko sebenarnya merupakan cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dalam diri mereka atau mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus perilaku berisiko tinggi ini berlanjut hingga individu mencapai usia dewasa.
4. Kegagalan pembentukan identitas diri
Menurut J. Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented). Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik, olah raga, dan keagamaan. E. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa tugas utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan sebagai kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai belajar dan menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan pilihan yang terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak mengerti makna perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum mampu serta memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil.
Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah superego yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawab pertanyaan ’siapakah aku?’ dan ’kemanakah tujuan hidup saya?’
Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri. Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja ini.
5. Gangguan perkembangan moral
Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima secara bersama, apabila ads dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling konflik maka umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan hati nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etika dari orangtua dan agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga mengambil nilai apa yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tetapi orangtua sendiri tidak berbuat demikian.
Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu tidak mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia. Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep moralitas yang mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik.
6. Stres di masa remaja
Banyak hal dan kondisi yang dapat menimbulkan tekanan (stres) dalam masa remaja. Mereka berhadapkan dengan berbagai perubahan yang sedang terjadi dalam dirinya maupun target perkembangan yang harus dicapai sesuai dengan usianya. Di pihak lain, mereka juga berhadapan dengan berbagai tantangan yang berkaitan dengan pubertas, perubahan peran sosial, dan lingkungan dalam usaha untuk mencapai kemandirian.
Tantangan ini tentunya berpotensi untuk menimbulkan masalah perilaku dan memicu timbulnya tekanan yang nyata dalam kehidupan remaja jika mereka tidak mampu mengatasi kondisi tantangan tersebut.
Pencegahan
Salah satu usaha pencegahan agar permasalahan remaja tidak menjadi gangguan atau penyimpangan pada remaja adalah usaha kita untuk dapat melakukan pengenalan awal atau deteksi dini. Beberapa instrumen skreening sudah banyak dikembangkan untuk melakukan deteksi dini terhadap penyimpangan masalah psikososial remaja diantaranya adalah The Child Behavior Checklist (CBCL), Pediatric Symptom Checklist (PSC), the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ).
Pediatric symptom checklist adalah alat untuk mendeteksi secara dini kelainan psikososial untuk mengenali adanya masalah emosional dan perilaku, didalamnya berisi beberapa pertanyaan tentang kondisi-kondisi perilaku anak yang dikelompokkan dalam 3 masalah yaitu atensi, internalisasi, dan eksternalisasi. Terdapat 2 versi, yaitu PSC-17 yang diisi oleh orang tua untuk anak usia 4-16 tahun dan PSC-35 yang diisi sendiri oleh remaja (Youth-PSC) untuk remaja usia > 11 tahun.
Remaja cenderung energetik, selalu ingin tahu, emosi yang tidak stabil, cenderung berontak dan mengukur segalanya dengan ukurannya sendiri dengan cara berfikir yang tidak logis. Kadang remaja melakukan hal-hal diluar norma untuk mendapatkan pengakuan tentang keberadaan dirinya dimasyarakat, salah satunya adalah melakukan tindakan penyalahgunaan obat/zat. Ditinjau dari aspek sosial, masalah ini bukan hanya berakibat negatif terhadap diri penyandang masalah saja, melainkan membawa dampak juga terhadap keluarga, lingkungan sosial, lingkungan masyarakatnya, bahkan dapat mengancam dan membahayakan masa depan bangsa dan negara.
Beberapa istilah yang sering dikaitkan dengan penyalahgunaan obat adalah sebagai berikiut:
* Penyalahgunaan zat atau bahan lainnya (NAPZA) yaitu penggunaan zat/y yobat yang dapat menyebabkan ketergantungan dan efek non-terapeutik atau non-medis pada individu sendiri sehingga menimbulkan masalah pada kesehatan fisik / mental, atau kesejahteraan orang lain.
* NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /ypsikologi seseorang (pikiran,perasaan, perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.
* Intoksikasi obat adalah perubahan fungsi-fungsi fisiologis, psikologis, emosi, ykecerdasan, dan lain-lain akibat penggunaan dosis obat yang berlebihan.
* Adiksi obat adalah gangguan kronis yang ditandai dengan peningkatan ypenggunaan obat meskipun terjadi kerusakan fisik, psikologis maupun sosial pada pengguna.
* Ketergantungan psikologis adalah keinginan untuk mengkonsumsi obat yuntuk memperoleh efek positif atau menghindari efek negatif akibat tidak mengkonsumsinya.
* Ketergantungan fisik adalah adaptasi fisiologis terhadap obat yang ditandai ydengan timbulnya toleransi terhadap efek obat dan sindroma putus obat bila dihentikan.
Tidak ada metode pencegahan yang sempurna, yang dapat diterapkan untuk seluruh populasi. Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda pula. Pembagian metode pencegahan adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun anak.
2. Pencegahan selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko tersebut dapat berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
3. Pencegahan terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor risiko dalam suatu keluarga yang disfungsional.
Semua upaya pencegahan pada umumnya ditujukan untuk memperbaiki mengurangi faktor risiko dan memperkuat faktor protektif dari individu, keluarga
dan lingkungannya. Faktor risiko mempermudah seseorang untuk menjadi pengguna sedangkan faktor protektif membuat seseorang cenderung tidak menggunakan obat. Tugas dari seorang dokter anak adalah mengawasi terhadap faktor risiko tersebut, mengatasinya atau merujuknya kepada ahli lain. Dengan menggunakan alat Skrining penyalahgunaan zat pada remaja dalam bentuk kuesener seperti CRAFFT screening test yang cukup sederhana dan relevan dapat untuk mengenali risiko terjadinya penyalahgunaan zat/obat.
Kuesioner CRAFFT
* C:Apakah pernah berkendaraan (car) dengan atau tanpa seseorang dalam keadaan mabuk atau setelah memakai obat-obatan?
* R: Apakah minum alkohol atau memakai obat untuk relaks, merasa diri lebih baik (fit in)?
* A: Apakah pernah minum alkohol atau memakai obat saat sendirian (alone)?
* F: Apakah anda pernah melupakan (forget) hal-hal yg telah anda lakukan selama selama menggunakan alkohol atau obat-obatan?
* F: Apakah keluarga atau teman (friend) anda pernah mengatakan kepada anda untuk menghentikan kebiasaan minum-minum atau penggunaan obat-obatan?
* T: Apakah terlibat masalah (trouble) akibat minum alkohol atau memakai obat?
Bila didapatkan dua atau lebih jawaban “ya”, maka remaja mempunyai masalah yang serius dalam penyalahgunaan zat.
Peran Orang Tua Dan Lingkungan
Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu dicermati dengan bijaksana karena di satu pihak dapat merupakan perilaku sesaat tapi juga dapat pula merupakan pola perilaku yan terus menerus yang dapat membahayakan diri, orang lain maupun lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik orang tua, guru maupun masyarakat sekitar agar memahami perkembangan jiwa remaja dengan harapan masalah remaja dapat tertanggulangi.
Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang disebutkan dan dibahas diatas terdapat pula masalah masalah lain pada remaja seperti tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll. Semua masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
Peran Orangtua
* Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
* Membekali anak dengan dasar moral dan agama
* Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
* Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
* Menjadi tokoh panutan dalam perilaku maupun menjaga lingkungan yang sehat
* Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak Hindarkan anak dari NAPZA
Peran Sebagai Pendidik
Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang perubahan fisik maupun psikis yang akan dialami remaja. Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orang tua perlu menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah, di luar sekolah serta di dalam keluarga.
Peran Sebagai Pendorong
Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja sering membutuhkan dorongan dari orang tua. Terutama saat mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat mereka. Pada saat itu, orang tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam menghadapi masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.
Peran Sebagai Panutan
Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan, baik dalam menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku di masyarakat. Peran orang tua yang baik akan mempengaruhi kepribadian remaja.
Peran Sebagai Pengawas
Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian hendaknya dilakukan dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak antara anak dan orang tua, serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.
Peran Sebagai Teman
Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat dan akrab, jauh dari ketegangan atau ucapan yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa aman dan terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat diajak bicara atau bertukar pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.
Peran Sebagai Konselor
Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai yang positif dan negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil keputusan terbaik. Selain itu orang tua juga perlu memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan mental yang kuat menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi seandainya remaja sudah melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja yang bermasalah tersebut.
Peran Sebagai Komunikator.
Suasana harmonis dan saling memahami antara orang tua dan remaja, dapat menciptakan komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka tetapi arif. Menciptakan rasa aman dan telindung untuk memberanikan anak dalam menerima uluran tangan orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak menghardik anak.
Peran Guru
* Bersahabat dengan siswa
* Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
* Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
* Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
* Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
* Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
* Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
* Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempa
* Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
* Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat adalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial
* Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
Peran Pemerintah dan masyarakat
* Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
* Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga dan bermain
* Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
* Memberikan keteladanan
* Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas
* Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan
Peran Media
* Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)y
* Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)y
* Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas ybiaya khusus untuk remaja
Saat ini masih sedikit klinik khusus kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa psiakater terdekat. Peran Puskesmas yang kini sudah mengakar di masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai divisi khusus yang menangani permasalahan remaja.
Pembentukan Klinik Kesehatan Remaja agaknya bisa menjadi solusi mengatasi makin tingginya remaja yang terkena penyakit infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat penyalahgunaan narkoba. Melalui klinik khusus tersebut, remaja bisa mengungkapkan persoalannya tanpa takut‑-takut guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut.
Daftar Bacaan
1. Wiguna T. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Sinas Remaja II. Jakarta. 2009.
2. Dhamayanti M. Overview Adolescent Health Problems And Services. Sinas Remaja II. Jakarta. 2009.
3. Shannon KE, Beauchaine TP, Brenner SB, Neuhaus E, Gatzke L.Familial and temperamental predictors of resilience in children at risk for conduct disorder and depression. Development and psychopathology.2007;19:701–727.
4. Silk JS, Vanderbilt-Adriance AE,Shaw DS,Forbes EE,Whalen AD,Ryan ND, et al. Dahlaresilience among children and adolescents at Risk for depression: Mediation and moderation Across social and neurobiological contexts. Development and Psychopathology.2007;19: 841–865.
5. Jellinek MS, Murphy JM, Little M, et al. Use of the pediatric symptom checklist (PSC) to screen for psychosocial problems in pediatric primary care: a national feasibility study. Arch Pediatr Adolesc Med 1999; 153: 254-60.
6. Jellinek M, Murphy M. Psychosocial problems, screening and the pediatric symptom checklist. Diunduh dari http://www.dbpeds.org. Diakses tanggal 8 Juli 2010.
7. Instruction for use pediatric symptom checklist. Diunduh dari http://psc.partners.org. Diakses tanggal 8 Juli 2010.
Penulis : Satgas Remaja IDAI
Sumber : Buku Bunga Rampai Keseharan Remaja, http://www.idai.or.id/remaja.asp
Diposting oleh Anna Lia Violet di 03.02 0 komentar
Selasa, 13 Maret 2012
Artikel Fenomena yang terjadi pada masyarakat berkaitan dengan kesehatan mental
Kesehatan Mental kasus Schizophrenia
Setiap orang pasti ingin hidup sehat baik fisik maupun mental, mungkin kita sudah mengetahui apa itu kesehatan fisik, Hidup sehat fisik dan mental merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan fisik dan mental selain harus dilatih dengan olahraga, juga harus di jaga dengan makan makanan yang bergizi.
Kesehatan Fisik ialah keadaan baik, artinya bebas dari sakit seluruh badan dan bagian-bagiannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud-Balai Pustaka, Jakarta 1996). Kesehatan fisik bisa kita lihat dari fisik kita masing-masing itu tidak sulit, tapi apakah kita tahu apa itu kesehatan mental??? Dalam artikel ini saya akan menjelaskan apa itu kesehatan mental,faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental, dan contoh kasus kesehatan mental.
Kesehatan mental, ialah kemampuan seseorang menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai kemampuannya, baik tuntutan dalam diri sendiri maupun luar dirinya sendiri, seperti menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah, sekolah, lingkungan kerja dan masyarakat serta teman sebaya.
Seseorang dapat mengikuti atau melakukan suatu aktivitas dengan baik bila ia sehat secara mental. Yang dimaksud sehat secara mental adalah adanya rasa aman, kasih sayang, kebahagiaan dan rasa diterima oleh orang lain. Sebaliknya seseorang akan mengalami hambatan mengikuti atau melakukan suatu aktivitas bila kesehatan mentalnya terganggu, seperti adanya: rasa cemas, sedih, marah, kesal, khawatir, rendah diri, kurang percaya diri dan lain-lain.
Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Manusia
Mental sehat manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa.
A. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya.
Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Ada banyak penyakit kesehatan mental, seperti stress, personality disorder, anxiety disorder, eating disorder, mental retardasi, conduct disorder, seksual disorder, schizophrenia, dll.
Dalam artikel ini saya akan mengambil salah satu dari beberapa penyakit kesehatan mental yaitu Schizophrenia.
Apa itu Schizophrenia, orang yang belajar ilmu psikologi pasti sering mendengar Schizophrenia biasanya sering disebut Skizopren.
Schizophrenia adalah gangguan mental yang ditandai dengan disintegrasi proses pemikiran dan respon emosional. Ini paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi paranoid atau aneh, atau bicara tidak teratur dan berpikir, dan disertai dengan disfungsi sosial atau pekerjaan yang signifikan. Timbulnya gejala biasanya terjadi pada dewasa muda, dengan prevalensi seumur hidup global sekitar 0,3-0,7%. Diagnosa didasarkan pada perilaku yang diamati dan pengalaman pasien yang dilaporkan.
Genetika, lingkungan awal, neurobiologi, dan proses psikologis dan sosial tampaknya faktor penyebab penting; beberapa obat rekreasi dan resep tampak menyebabkan atau memperburuk gejala. Penelitian saat ini difokuskan pada peran neurobiologi, tetapi pertanyaan ini tidak terisolasi satu penyebab organik tunggal. Kombinasi banyak kemungkinan gejala telah memicu perdebatan mengenai apakah diagnosis merupakan gangguan tunggal atau beberapa sindrom diskrit. Meskipun etimologi istilah dari skhizein akar Yunani (σχίζειν, "untuk split") dan phrēn, phren-(φρήν, φρεν-; "pikiran"), skizofrenia tidak menyiratkan "split pikiran" dan itu tidak sama sebagai gangguan identitas disosiatif-juga dikenal sebagai "gangguan kepribadian ganda" atau "kepribadian ganda"-kondisi dengan yang sering bingung dalam persepsi publik.
Andalan pengobatan obat antipsikotik, yang terutama bekerja dengan menekan aktivitas dopamin. Psikoterapi dan rehabilitasi kejuruan dan sosial juga penting. Dalam kasus yang lebih serius-mana ada resiko untuk perawatan diri dan lain-paksa mungkin diperlukan, walaupun tetap rumah sakit sekarang lebih pendek dan kurang sering daripada mereka.
Gangguan diperkirakan terutama untuk mempengaruhi kognisi, tetapi juga biasanya memberikan kontribusi untuk masalah kronis dengan perilaku dan emosi. Orang dengan skizofrenia cenderung memiliki tambahan (komorbiditas) kondisi, termasuk depresi mayor dan gangguan kecemasan; terjadinya penyalahgunaan zat umur hampir 50% masalah sosial, seperti pengangguran jangka panjang, kemiskinan dan tunawisma, adalah biasa. . Harapan hidup rata-rata orang dengan gangguan ini adalah 12 sampai 15 tahun kurang dari mereka yang tidak, hasil dari meningkatnya masalah kesehatan fisik dan tingkat bunuh diri yang lebih tinggi (sekitar 5%).
Tanda dan gejala
Seseorang didiagnosis dengan skizofrenia dapat mengalami halusinasi (mendengar suara-suara yang paling sering), delusi (sering aneh atau persecutory di alam), dan berpikir tidak teratur dan pidato. Yang terakhir ini dapat berkisar dari hilangnya kereta pemikiran, untuk kalimat hanya longgar tersambung dalam arti, untuk inkoherensi dikenal sebagai salah kata dalam kasus yang parah. penarikan Sosial, kecerobohan pakaian dan kebersihan, dan kehilangan motivasi dan penilaian semua umum di skizofrenia. Ada pola diamati sering kesulitan emosional, misalnya karena tidak responsif.. Penurunan kognisi sosial dikaitkan dengan skizofrenia, sebagai gejala paranoia;.. isolasi sosial sering terjadi Dalam satu subtipe biasa, orang mungkin sebagian besar bisu, tetap bergerak di postur aneh, atau agitasi menunjukkan tujuan, semua tanda-tanda catatonia.
Remaja akhir dan dewasa awal adalah periode puncak awal skizofrenia, tahun penting dalam perkembangan dewasa muda sosial dan kejuruan Pada 40% dari pria dan. 23% dari wanita yang terdiagnosis skizofrenia kondisi terwujud sebelum usia 19. Untuk meminimalkan gangguan perkembangan yang berhubungan dengan skizofrenia, banyak pekerjaan yang baru-baru ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengobati prodromal (pra-onset) fase penyakit, yang telah terdeteksi hingga 30 bulan sebelum dimulainya gejala. Mereka yang terus mengembangkan skizofrenia mungkin mengalami gejala psikotik sementara atau membatasi diri dan gejala non-spesifik sosial, penarikan iritabilitas dan dysphoria selama fase prodromal.
Istilah skizofrenia diciptakan oleh Eugen Bleuler.
Psikiater Kurt Schneider (1887-1967) yang terdaftar bentuk gejala psikotik yang ia berpikir skizofrenia dibedakan dari gangguan psikotik lainnya. Ini disebut pertama-peringkat gejala atau Schneider pertama-peringkat gejala, dan mereka termasuk delusi menjadi dikontrol oleh kekuatan eksternal; keyakinan bahwa pikiran sedang dimasukkan ke dalam atau ditarik dari pikiran sadar seseorang, keyakinan bahwa pikiran seseorang sedang disiarkan ke orang lain;. dan suara-suara halusinasi pendengaran yang mengomentari pikiran seseorang atau tindakan atau yang berkomunikasi dengan suara hallucinated lain. Walaupun mereka harus turut menyumbang kriteria diagnostik saat ini, gejala kekhususan peringkat pertama telah dipertanyakan. Sebuah tinjauan dari studi diagnostik yang dilakukan antara tahun 1970 dan 2005 menemukan bahwa mereka mengijinkan bukanlah konfirmasi ulang atau penolakan terhadap klaim Schneider, dan menyarankan bahwa peringkat pertama-gejala menjadi de-ditekankan dalam revisi masa depan sistem diagnostik.
Gejala Positif dan negatif gejala
Skizofrenia sering dijelaskan dalam hal positif dan negatif (atau defisit)
Gejala gejala positif
adalah mereka yang kebanyakan orang tidak biasanya pengalaman tetapi yang hadir pada penderita skizofrenia,. Umumnya merespon dengan baik untuk obat-obatan. Mereka dapat mencakup delusi, gangguan pikiran dan pidato, dan taktil, halusinasi pendengaran, visual, penciuman dan gustatory, biasanya dianggap sebagai manifestasi psikosis. Halusinasi ini. juga biasanya terkait dengan isi tema delusional.
Gejala negatif defisit normal emosional tanggapan atau proses berpikir lain, dan merespon kurang baik terhadap pengobatan. Mereka umumnya termasuk mempengaruhi datar atau tumpul dan emosi, kemiskinan berbicara (alogia), ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan (anhedonia), kurangnya keinginan untuk membentuk hubungan (asociality), dan kurangnya motivasi (avolition). Penelitian menunjukkan bahwa gejala negatif memberikan kontribusi lebih terhadap kualitas hidup yang buruk, cacat fungsional, dan beban pada orang lain daripada gejala positif. Orang-orang dengan gejala negatif menonjol sering memiliki sejarah penyesuaian miskin sebelum timbulnya penyakit., Dan respon terhadap obat sering terbatas.
Penyebab
Kombinasi faktor genetik dan lingkungan memainkan peran dalam perkembangan skizofrenia Orang dengan riwayat keluarga yang menderita skizofrenia. Transien atau membatasi diri psikosis memiliki kesempatan 20-40% dari satu tahun didiagnosa kemudian.
Genetik
Estimasi heritabilitas bervariasi karena kesulitan dalam memisahkan efek genetika dan lingkungan. Risiko terbesar untuk mengembangkan skizofrenia adalah memiliki relatif tingkat pertama dengan penyakit tersebut (risiko 6,5%);. Lebih dari 40% dari monozigotik kembar dari mereka dengan skizofrenia juga dipengaruhi. Hal ini mungkin bahwa banyak gen yang terlibat, masing-masing efek kecil.
Lingkungan
Faktor lingkungan yang terkait dengan perkembangan skizofrenia meliputi stressor kehamilan, lingkungan hidup, dan penggunaan narkoba. Parenting style tampaknya tidak berpengaruh, meskipun orang dengan orang tua mendukung lebih baik dibandingkan dengan orang tua yang kritis Hidup. dalam lingkungan perkotaan selama masa kanak-kanak atau sebagai orang dewasa secara konsisten telah ditemukan untuk meningkatkan risiko skizofrenia dengan faktor dua, bahkan setelah mempertimbangkan menggunakan account narkoba, kelompok etnis, dan ukuran kelompok sosial.
Faktor lain yang memainkan peran penting termasuk isolasi sosial dan imigrasi yang berkaitan dengan kesulitan sosial, diskriminasi rasial, disfungsi keluarga, pengangguran, dan kondisi perumahan yang buruk.
Penyalahgunaan Zat/Obat-obatan
Sejumlah obat telah dikaitkan dengan perkembangan skizofrenia termasuk ganja, kokain dan amphetamines. Sekitar setengah dari mereka yang menggunakan obat skizofrenia dan / atau alkohol berlebihan. Peran ganja bisa kausal, tetapi obat lain hanya dapat digunakan sebagai coping mekanisme untuk menangani depresi, kecemasan, kebosanan, dan kesepian.
Ganja dikaitkan dengan peningkatan dosis tergantung pada risiko mengembangkan gangguan psikotik digunakan. Sering telah ditemukan untuk melipatgandakan risiko psikosis dan skizofrenia Beberapa penelitian telah namun. Mempertanyakan kausalitas link ini. amfetamin, kokain, dan alkohol tingkat lebih rendah, dapat mengakibatkan psikosis yang menyajikan sangat mirip dengan skizofrenia.
Sebelum melahirkan
Faktor-faktor seperti hipoksia dan infeksi, atau stres dan kekurangan gizi pada ibu selama perkembangan janin, dapat mengakibatkan sedikit peningkatan risiko skizofrenia di kemudian hari. Orang yang didiagnosis skizofrenia lebih mungkin telah lahir pada musim dingin atau. musim semi (setidaknya di belahan bumi utara), yang mungkin akibat dari peningkatan tingkat eksposur virus di dalam rahim.
Diatas telah dijelaskan beberapa penyebab skizopren.
Mekanisme-mekanisme skizofrenia
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara fungsi otak diubah dan skizofrenia. Salah satu yang paling umum adalah hipotesis dopamin, yang atribut psikosis untuk interpretasi yang salah pikiran tentang tembak neuron dopaminergik
Psikologis
Banyak mekanisme psikologis telah terlibat dalam pengembangan dan pemeliharaan skizofrenia. bias kognitif telah diidentifikasi pada mereka dengan diagnosis atau mereka yang berisiko, terutama ketika sedang stres atau dalam situasi membingungkan. Beberapa fitur mungkin mencerminkan defisit kognitif neurokognitif global seperti kehilangan memori, sementara yang lain mungkin terkait dengan isu-isu tertentu dan pengalaman
Meskipun penampilan umum dari "tumpul mempengaruhi", temuan baru menunjukkan bahwa banyak individu didiagnosis dengan skizofrenia secara emosional responsif, terutama terhadap rangsangan stres atau negatif, dan bahwa sensitivitas tersebut dapat menyebabkan kerentanan terhadap gejala atau terhadap gangguan.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa konten keyakinan delusi dan pengalaman psikotik dapat mencerminkan menyebabkan gangguan emosional, dan bahwa bagaimana seseorang menafsirkan pengalaman semacam itu dapat mempengaruhi simtomatologi [39] [40] [41] Penggunaan "perilaku keselamatan" untuk menghindari. ancaman membayangkan bisa berkontribusi pada kronisitas delusi. Bukti lebih lanjut untuk peran mekanisme psikologis. berasal dari efek psychotherapies tentang gejala skizofrenia.
Kriteria
ICD-10 kriteria yang biasanya digunakan di negara-negara Eropa, sedangkan DSM-IV-TR kriteria yang digunakan di Amerika Serikat dan seluruh dunia, dan yang berlaku dalam studi penelitian. ICD-10 kriteria yang lebih menekankan pada gejala pertama-peringkat Schneiderian. Dalam prakteknya, perjanjian antara kedua sistem yang tinggi.
Menurut keempat edisi revisi Manual Diagnostik dan Statistik Mental Disorders (DSM-IV-TR), untuk dapat didiagnosis dengan skizofrenia, tiga kriteria diagnostik harus dipenuhi:
1. Gejala Karakteristik: Dua atau lebih dari berikut ini, masing-masing hadir untuk banyak waktu selama periode satu bulan (atau kurang, jika gejala dikirimkan dengan pengobatan).
*Delusions
*Halusinasi
*Berantakan pidato, yang merupakan manifestasi dari gangguan pemikiran formal
*Terlalu perilaku tidak teratur (misalnya dressing tidak tepat, sering menangis) atau
perilaku katatonik
*Gejala negatif: tumpul mempengaruhi (kekurangan atau penurunan respons emosional),
alogia (kekurangan atau penurunan dalam pidato), atau avolition (kurang atau penurunan
motivasi)
Jika delusi yang dinilai aneh, atau halusinasi terdiri dari mendengar satu suara berpartisipasi dalam komentar menjalankan tindakan pasien atau mendengar dua atau lebih suara bercakap-cakap dengan satu sama lain, hanya yang diperlukan gejala di atas. Kriteria disorganisasi bicara hanya bertemu jika cukup parah secara substansial mengganggu komunikasi.
2. Sosial atau disfungsi pekerjaan: Untuk sebagian besar waktu sejak awal gangguan, satu atau wilayah utama lebih berfungsi seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah nyata di bawah tingkat yang dicapai sebelum awal.
3. Signifikan durasi: tanda-tanda gangguan berlangsung terus menerus selama minimal enam bulan. Periode enam bulan harus menyertakan setidaknya satu bulan gejala (atau kurang, jika gejala dikirimkan dengan pengobatan).
Jika tanda-tanda gangguan yang hadir selama lebih dari satu bulan tapi kurang dari enam bulan, diagnosis gangguan schizophreniform diterapkan Gejala psikotik yang berlangsung kurang dari sebulan. Dapat didiagnosis sebagai gangguan psikotik singkat, dan berbagai kondisi dapat digolongkan sebagai gangguan psikotik tidak disebutkan secara spesifik. Skizofrenia tidak dapat didiagnosis jika gejala gangguan mood substansial hadir (meskipun gangguan schizoaffective dapat didiagnosis), atau jika gejala gangguan perkembangan meluas hadir kecuali delusi menonjol atau halusinasi juga ada, atau jika gejala adalah hasil fisiologis langsung dari umum kondisi medis atau substansi, seperti penyalahgunaan obat.
Pencegahan
Bukti efektivitas intervensi awal tidak meyakinkan. Meskipun ada beberapa bukti bahwa intervensi dini pada mereka dengan episode psikotik dapat memperbaiki hasil jangka pendek, ada sedikit manfaat dari tindakan-tindakan setelah lima tahun.. Mencoba untuk mencegah skizofrenia dalam fase prodrome adalah manfaat pasti dan karena itu pada tahun 2009 tidak direkomendasikan. Pencegahan adalah sulit karena tidak ada penanda yang dapat diandalkan untuk pengembangan selanjutnya dari penyakit.
Perlakuan utama skizofrenia adalah obat antipsikotik, seringkali dalam kombinasi dengan dukungan psikologis dan sosial. Rawat Inap dapat terjadi untuk episode parah baik secara sukarela atau (jika undang-undang kesehatan mental memungkinkan itu) tanpa sengaja. Rawat inap jangka panjang jarang terjadi sejak awal deinstitutionalization pada 1950-an, meskipun masih sering terjadi layanan dukungan Masyarakat termasuk Drop In Center, kunjungan oleh anggota tim kesehatan mental masyarakat, didukung kerja dan. kelompok dukungan yang umum . Beberapa bukti menunjukkan bahwa olahraga teratur memiliki efek positif pada kesehatan fisik dan mental mereka yang schizophren.
Obat
Baris pertama perawatan psikiatris untuk skizofrenia adalah obat antipsikotik, yang dapat mengurangi gejala positif psikosis dalam waktu sekitar 7-14 hari. Antipsikotik namun gagal untuk secara signifikan memperbaiki gejala negatif dan disfungsi kognitif.
Pilihan yang antipsikotik untuk digunakan didasarkan pada manfaat, risiko, dan biaya. Hal ini diperdebatkan apakah sebagai antipsikotik tipikal atau atipikal kelas lebih baik [68]. Keduanya telah sama drop-out dan tingkat gejala relaps saat typicals adalah digunakan pada dosis sedang rendah untuk. Ada respon yang baik di 40-50%, respon parsial dalam 30-40%, dan resistensi pengobatan. (gejala kegagalan untuk merespon memuaskan setelah enam minggu untuk dua dari tiga antipsikotik yang berbeda) dalam 20% dari orang. Clozapine adalah pengobatan yang efektif bagi mereka yang memiliki respon yang buruk terhadap obat lain, tetapi memiliki efek samping yang berpotensi serius agranulositosis (menurunkan jumlah sel darah putih)
Sehubungan dengan efek samping antipsikotik khas yang berhubungan dengan tingkat yang lebih tinggi efek samping ekstrapiramidal sementara atypicals berhubungan dengan penambahan berat badan yang cukup besar, diabetes dan risiko sindrom metabolik. Sementara atypicals memiliki efek samping yang lebih sedikit ekstrapiramidal perbedaan ini sederhana. Beberapa atypicals seperti quetiapine dan risperidone yang terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perphenazine atipikal, sementara clozapine dikaitkan dengan risiko terendah kematian. Masih belum jelas apakah antipsikotik baru mengurangi kemungkinan mengembangkan neuroleptik ganas sindrom, gangguan neurologis yang jarang namun serius.
Bagi orang yang tidak mau atau tidak minum obat teratur, persiapan long-acting depot dari antipsikotik dapat digunakan untuk mencapai control. Ketika digunakan dalam kombinasi dengan intervensi psikososial mereka dapat meningkatkan kepatuhan jangka panjang terhadap pengobatan..
Psikososial
Sejumlah intervensi psikososial mungkin bermanfaat dalam pengobatan skizofrenia termasuk: terapi keluarga, pengobatan masyarakat tegas, kerja didukung, pelatihan keterampilan, terapi perilaku kognitif (CBT), intervensi ekonomi token, dan intervensi psikososial untuk penggunaan narkoba dan berat manajemen terapi keluarga atau pendidikan, yang membahas sistem seluruh keluarga dari seorang individu, dapat mengurangi kambuh dan rawat inap. Bukti untuk efektivitas CBT di baik mengurangi gejala atau mencegah kambuh. sangat minim. Manfaat seni atau terapi drama saat ini tidak diketahui.
Prognosa
Skizofrenia memiliki biaya manusia dan ekonomi yang besar.Ini menghasilkan penurunan harapan hidup 12-15 tahun, terutama karena hubungannya dengan obesitas, gaya hidup menetap, dan merokok, dengan tingkat peningkatan bunuh diri memainkan peran yang lebih rendah.. Perbedaan harapan hidup meningkat antara tahun 1970-an dan 1990-an, dan antara tahun 1990 dan dekade pertama abad ke-21 tidak berubah secara substansial dalam sistem kesehatan dengan akses terbuka untuk perawatan (Finlandia). Skizofrenia merupakan penyebab utama kecacatan, dengan psikosis aktif digolongkan sebagai kondisi ketiga paling mematikan setelah quadriplegia dan demensia dan depan paraplegia dan kebutaan. Sekitar tiga-perempat orang dengan skizofrenia memiliki cacat yang sedang berlangsung dengan kambuh. Beberapa orang sembuh sepenuhnya dan lainnya berfungsi dengan baik dalam masyarakat [83] Kebanyakan orang dengan skizofrenia hidup. independen dengan dukungan masyarakat. [2] Pada orang dengan psikosis episode pertama hasil jangka panjang yang baik terjadi pada 42%, perantara hasil di 35% dan hasil yang buruk di 27% Hasil untuk skizofrenia muncul. yang lebih baik dalam pengembangan daripada negara maju. Namun kesimpulan ini telah dipertanyakan.
Ada lebih tinggi daripada rata-rata bunuh diri yang terkait dengan skizofrenia. Ini telah dikutip sebesar 10%, tapi analisis yang lebih baru-baru ini studi dan statistik merevisi estimasi untuk 4,9%, paling sering terjadi pada periode berikutnya awal atau masuk rumah sakit pertama. Upaya Beberapa kali lebih banyak (20 sampai 40%) bunuh diri. Ada berbagai faktor risiko, termasuk jenis kelamin laki-laki, depresi, dan kecerdasan intelektual yang tinggi.
Semoga bermanfaaat :)
Sumber:
http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/kesehatan-mental
http://organisasi.org/hal-faktor-yang-mempengaruhi-kesehatan-mental-manusia-internal-dan-eksternal-psikologi
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=2037
http://en.wikipedia.org/wiki/Schizophrenia
Diposting oleh Anna Lia Violet di 01.34 0 komentar
Artikel tentang kesehatan mental berkaitan dengan fenomena yg terjadi di masyarakat by: Anna Aulia
Manfaat olahraga bagi kesehatan mental
Manfaat olahraga untuk kesehatan tubuh kita memang sudah lama terbukti. Latihan olahraga penting tidak hanya penting untuk memelihara kebugaran fisik tetapi juga kesehatan mental.
Sekarang daftar efek positif dari olahraga akan bertambah panjang lagi dengan adanya temuan bukti baru dari Daniel M. Landers, profesor ilmu kesehatan fisik dan olahraga dari Univeritas Arizona. Cukup dengan menggerakkan tubuh selama 10 menit setiap hari kesehatan mental kita akan meningkat cepat.
Selain itu daya pikir akan bertambah jernih dan yang menggembirakan dapat mengurangi ketegangan alias stress serta membuat perasaan menjadi riang selalu. Menurut Landers ada lima manfaat olahraga yang dapat menyehatkan mental kita.
1. Olahraga mengurangi stres
Setiap manusia normal pernah mengalami stres atau ketegangan. Apakah stres tersebut disebabkan karena masalah ekonomi seperti inflasi atau devaluasi, masalah pergaulan atau retaknya hubungan suami istri, urusan kantor yang tidak pernah selesai, ujian akhir yang akan dihadapi, keputusan salah yang telah diambil atau mungkin keragu-raguan untuk mengambil keputusan.
Semua manusia pernah mengalami stres; dan Anda harus tahu bagaimana mengatasinya! Banyak oarang menderita penyakit, putus asa, bahkan mati mendadak disebabkan stres!
Bagaimana caranya Anda dapat mengindari stres? Ternyata olaraga dapat menolong Anda untuk mengatasi stres. Bagaimana? Untuk itu kita perlu melihat bagaimana kerja otot yang kita miliki. Berolahraga dapat membantu kita mengurangi kegelisahan hati dan bahkan dapat melawan kemarahan.
Alasannya, kalau jantung kita bekerja pada saat berolahraga, maka otomatis konsentrasi pikiran tidak akan terfokus pada urusan pekerjaan lagi. Selain dapat mengalihkan pikiran, aerobik yang rutin juga dapat meningkatkan ketahanan kardiovaskular, sehingga nantinya kita dapat bersikap tidak terlalu berlebihan dalam menyikapi suatu masalah. Aktifitas yang terbukti efektif dalam melawan ketegangan otak adalah aerobik macam berjalan kaki, bersepeda, renang, jogging dan yoga.
2. Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otak
Sudah bukan rahasia lagi kalau kegiatan fisik yang rutin dilakukan bisa meningkatkan daya reaksi, konsentrasi, kreativitas dan kesehatan mental kita. Hal ini dikarenakan tubuh memompa lebih banyak darah sehingga kadar oksigen dalam peredaran darah juga meningkat yang ujungnya mempercepat pemasukkan darah ke otak. Para ahli sepakat kalau otak cukup mendapat asupan darah maka reaksi fisik dan mental seseorang akan meningkat.
3. Mempengaruhi hormon Endogenous opioids
Dalam keajaiban tubuh manusia, para ilmuan baru-baru ini telah menemukan satu sistem hormon yang berfungsi sebagai morphine yang disebut endogenous opioids. Hal ini cukup menarik perhatian sebab reseptornya didapatkan di dalam hipotalamus dan sistem limbik otak, daerah yang berhubungan dengan emosi dan tingkah laku manusia.
Sistem hormon endogenous opioids, salah satunya ialah beta-endorphin, bukan hanya mengurangi perasaan nyeri dan memberikan kekuatan menghadapi kanker saja, tetapi juga menambah daya ingat, menormalkan selera, seks, tekanan darah dan ventilasi.
Saat berolahraga, kelenjar pitutiari menambah produk beta-endorphin; dan sebagai hasilnya konsentrasi beta-endorphin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga mengurangi nyeri, cemas, depresi dan perasaan letih.
4. Meningkatkan gelombang otak alfa
Penelitian menunjukkan bahwa olahraga, ada penambahan gelombang alfa di otak. Gelombang otak alfa sudah lama diketahui yang berhubungan dengan rileks dan keadaan santai seperti pada waktu bermeditasi. Gelombang alfa ini terlihat pada seorang yang jogging untuk 20 sampai 30 menit, dan tetap dapat diukur setelah olahraga tersebut berakhir.
Para peneliti mengemukakan bahwa bertambahnya kekuatan gelombang alfa memberikan kontribusi kepada keuntungan kejiwaan dari olahraga, termasuk berkurangnya kecemasan dan depresi.
5. Penyalur saraf otak
Olahraga akan dapat memperlancarkan kegiatan penyalur saraf (brain neurotransmitter) di dalam otak. Hasil penelitian dalam hal ini dapat menyampaikan bahwa olahraga dapat menaikkan tingkat norepinephrine, dopamine, dan serotonin di dalam otak, dengan demikian mengurangi depresi. Telah terbukti bahwa penyalur saraf otak seperti norepinephrine (NE) dan serotonin (5 - HT) terlibat dalam depresi dan schizophrenia.
Tubuh yang sehat hidup dalam ketenangan. Anda tidak akan merasakannya dari dalam keluar keharmonisan dan damai. Bila olahraga akan memberikan kesehatan tubuh yang baik, dan juga ketenangan pikiran serta pencapaian intelek yang lebih tinggi, mengapa kita tidak segera berolahraga dari sekarang.
6. Olahraga dapat melawan penuaan
Penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa dengan hanya berolahraga ringan seperti berjalan kaki saja dapat membantu tubuh mencegah penurunan daya kerja otak pada wanita lanjut usia. Semakin lama dan seringnya kegiatan berjalan kaki ini dilakukan maka ketajaman pikiran juga akan semakin membaik.
Hasil terbaik akan didapat dengan menggerakkan tubuh setiap minggu selama sembilan minggu. "Kegiatannya tidak perlu terlalu tinggi intensitasnya, cukup dengan berkeliling saja, yang penting daya pacu jantung kita dapat meningkat," lanjut Landers. "Tapi manfaatnya daya ingat kita akan selalu tajam."
7. Olahraga dapat meningkat perasaan bahagia
Banyak orang yang terkena depresi atau sakit hatinya memakai obat penenang sebagai jalan keluar. Sekarang jalan menuju kebahagian secara alami dapat diraih dengan menggerakkan tubuh secara rutin. Olahraga terbukti manjur dalam meningkatkan hormon penumbuh rasa bahagia dalam otak kita, seperti adrenalin, serotonin, dopamin dan endorphin, yang merupakan pembunuh nomor satu penyakit hati.
Sebuah survey di Inggris melaporkan 83% penderita depresi bergantung pada aktifitas olahraga dalam memperbaiki perasaan hati dan mengurangi kecemasan. Berolahraga selama 16 minggu secara rutin pada orang yang memiliki kadar depresi yang sedang mendapatkan efek bahagia.
Penelitian di Universitas Duke membuktikan bahwa 60% penderita depresi yang menjalani olahraga 30 menit tiga kali seminggu selama enam bulan dapat melawan penderitaan tanpa harus menggunakan obat dokter. Namun bagi penderita depresi yang berat tentu tidak bisa begitu saja lepas dari obat-obatan. Hanya saja banyak dokter sekarang yang memasukkan kegiatan olahraga dalam resep pengobatan mereka disamping obat penenang medis.
8. Olahraga dapat meningkatkan kepercayaan diri
Sekarang rasa percaya diri dapat dicapai tidak hanya dengan mengandalkan keindahan fisik lagi. Sebuah studi kasus di AS membuktikan kalau para remaja yang aktif berolahraga memiliki kadar kepercayaan diri yang sama kuat dengan teman-teman mereka yang memiliki tubuh dan penampilan indah.
Kemantapan diri ini terletak pada hasil yang mereka dapatkan, yakni citra tubuh yang sehat dan kekuatan fisik yang prima, bukan semata giat berolahraga karena terobsesi dengan figur fisik para model di sampul majalah.
jadi, olahraga tidak bemanfaat sebagai kesehatan jasmani saja. tapi juga sebagai kesehatan mental dan batin. dengan berolahraga, secara tidak sadar kita mengaktifkan organ- organ dalam sehingga darah mengalir dan membuat perasaan kita lebih riang dan rileks. manfaat psikososial dari olahraga, juga meningkatkan kepercayaan diri individu dalam berkomunikasi dengan orang lain. individu juga mempunyai self- image yang baik terhadap diri nya dan memiliki self- regulation ang baik terhadap kebugaran fisik dan mental.
sumber:
http://www.smallcrab.com/kesehatan/605-manfaat-olahraga-bagi-kesehatan-mental
Diposting oleh Anna Lia Violet di 01.25 0 komentar